Kamis, 07 Juli 2011

1 komentar

FISIOLOGI MIKROBA
(Metabolisme Mikroba)
A. Fisiologi umum
o Secara umum, organisme mikroskopis pada tingkatan seluler memiliki metabolisme seperti pada umumnya sel eukaryotik maupun prokariyotik.
o Perbedaan terletak pada cara memperoleh nutrisi, dan cara hidup yang akan berpengaruh terhadap kemampuan metabolit yang khas untuk setiap jenis mikroba.
o Lingkungan tempat hidup (habitat) juga berpengaruh terhadap kemampuan metabolisme suatu mikroba.
B. NUTRISI BAKTERI
o Bakteri heterotrof: bakteri yang tidak dapat mensintesis makanannya sendiri. Kebutuhan makanan tergantung dari mahluk lain. Bakteri saprofit dan bakteri parasit tergolong bakteri heterotrof.
o Bakteri autotrof bakteri yang dapat mensistesis makannya sendiri : (1) bakteri foto autotrof dan (2) bakteri kemoautotrof.
o Bakteri aerob: memerlukan O2 bebas untuk kegiatan respirasinya
o Bakteri anaerob : tidak memerlukan O2 bebas untu kegiatan
respirasinya.
C. PERTUMBUHAN BAKTERI
Dipengaruhi oleh beberapa faktor :
 Temperatur, umumnya bakteri tumbuh baik pada suhu antara 25 - 35 derajat C.
 Kelmbaban, lingkungan lembab dan tingginya kadar air sangat menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri
 Sinar Matahari, sinar ultraviolet yang terkandung dalam sinar matahari dapat mematikan bakteri.
 Zat kimia, antibiotik, logam berat dan senyawa-senyawa kimia tertentu dapat menghambat bahkan mematikan bakteri.
D. NUTRISI FUNGI
o Heterotrof ; bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit
o Fungi menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen
o Fungi bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya
E. NUTRISI
o Karbon : diperoleh dari metanol atau etanol, gliserol, asam lemak, asam amino, glukosa. Sumber karbon dapat berupa karbohidrat, lemak, protein
o Karbohidrat
 Karbohidrat dapat diperoleh dari glukosa, sukrosa, fruktosa, trehalosa.
 Tepung: digunakan pada kondisi di alam, terutama pada jamur yang menyerang biji-bijian.
 Selulosa dan lignin: pada jamur yang mendegradasi lignin pada kayu.
 Glikogen: pada kultur buatan.
 Kitin: pada jamur yang menyerangjaringan insekta atau krustacea.
o Lemak
 Sumber: biji yang mengandung minyak, minyak, mentega.
o Protein dan asam amino
 Digunakan sebagai sumber nitrogen. Pada fungi penyebab penyakit kulit.
o Nitrogen
 Nitrogen :diperoleh dari nitrat, asam amino, amonium.
 Jumlah yang diperlukan lebih sedikit daripada karbohidrat
 Secara fisiologi, terdapat 4 kelompok jamur:
1. Jamur yang mampu memfiksasi nitrogen.
2. Jamur yang tidak mampu memfiksasi nitrogen tetapi menggunakan nitrat, garam amonium atau nitrogen organic.
3. Jamur yang mampu menggunakan ammonium
4. Jamur yang menggunakan nitrogen organik
F. Kebutuhan mineral
o Fosfor
 Sumber Potasium fosfat, Sodium fosfat
o Potasium
 Penting untuk nutrisi dan sporulasi, jumlah yang diperlukan sedikit
 Sumber: Potasium nitrat atau potassium fosfat.
o Magnesium
 Jumlah yang diperlukan sedikit tetapi penting untuk sporulasi. Sumber: Magnesium sulfat
o Sulfur
 Diperlukan dalam jumlah yang lebih kecil dari Magnesium.
 Sumber: Magnesium sulfat, sulfite, sulfidril.
o Kalsium
 Tidak esensial diperlukan pada jamur.
 Sumber: kalsium karbonat.
o Seng
 Penting untuk pertumbuhan dan menghasilkan warna.
o Besi dalam bentuk Fe3+, untuk pigmentasi
G. Kondisi lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan fungi
o Suhu
 Berdasarkan toleransi terhadap suhu lingkungan, fungi dibagi menjadi 3 kategori
 Psikrofil : menyukai suhu dingin
Hanya sebagian kecil spesies fungi yang psikrofilik dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau di bawah 0oC dan suhu maksimum 20oC. Contoh: Cladosporium herbarum, Thamnidium elegans.
 Mesofil : tumbuh pada suhu yang sedang
Sebagian besar fungi adalah mesofilik (10-35oC), suhu optimal 20-35oC. Fungi dapat tumbuh baik pada suhu ruangan (22-25oC)
 Termofil : menyukai suhu yang panas
Hanya sekitar 100 spesies fungi adalah termofilik, dengan suhu minimum 20oC, suhu optimum 40oC dan suhu maksimum 50-60oC. Contoh: Aspergillus fumigatus (12-55oC)
 Suhu dapat mempengaruhi: Pertumbuhan miselia, Sporulasi, Kematian (akibat suhu tinggi atau rendah),dan Zonasi
o pH
 Sebagian besar fungi mampu tumbuh pada kisaran pH 4,0-8,5 atau kadang-kadang 3,0-9,0, bahkan beberapa jenis spesies fungi mampu tumbuh pada pH 5,0-7,0.
 Beberapa spesies fungi sangat toleran terhadap asam. Contoh: Aspergillus, Penicillium, Fusarium spp. dapat tumbuh sampai pH 2,0 dengan pH optimum pada kultur media 5,0-7,0.
o Aerasi
 Sebagian besar spesies fungi adalah aerob, membutuhkan oksigen untuk siklus hidupnya.
 Terdapat 4 macam kelompok fungi berdasarkan tipe aerasinya:
 Obligat aerob
Pertumbuhan fungi terhambat jika tekanan oksigen berkurang di bawah tekanan udara. Contoh: Armillaria melea.
 Fakultatif aerob
Mampu tumbuh pada kondisi aerob tetapi juga dapat tumbuh tanpa oksigen dengan memfermentasikan gula. Contoh: Fusarium oxysporum, Mucor hiemalis, Aspergillus fumigatus.
 Fermentatif obligat
Fungi mampu tumbuh dengan atau tanpa oksigen tetapi selalu dengan cara fermentasi. Contoh: fungi akuatik (Aqualinderella fermentans, Blastocladiella ramosa).
 Obligat anaerob
Sel-sel somatik akan mati jika terkena oksigen. Contoh: Neocallimastix spp.
 Aerasi dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur dalam hal: konsentrasi oksigen, konsentrasi karbon dioksida, Konsentrasi ion hydrogen
o Air
 Semua fungi membutuhkan air untuk difusi nutrien ke dalam sel-sel dan untuk membebaskan ensim ekstraseluler, dan mempertahankan sitoplasmanya. Ketersediaan air dinyatakan sebagai suatu kelembaban relatif (RH). RH 70% adalah batas paling bawah bagi fungi untuk dapat tumbuh, meskipun Xeromyces bisporus, Ascomycota dapat tumbuh pada lingkungan dengan RH 61-62%.
 Air mempengaruhi pertumbuhan jamur dalam hal: Kelembaban yang dibutuhkan jamur, Resistensi terhadap kekeringan, Kelembaban untuk sporulasi, Pengaruh dispersal/pelepasan spora
o Cahaya
 Cahaya dengan panjang gelombang 380-720 nm tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan somatik meskipun dapat menyebabkan zonasi pada media agar dan pertumbuhan yang menyebar. Cahaya mempengaruhi reproduksi. Stimulus cahaya yang diberikan pada saat awal pertumbuhan dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada hifa à terjadi melanisasi yang disebabkan oleh ensim fenol oksidase yang pada awalnya terikat pada membran hifa tetapi dengan adanya cahaya terlepas dari hifa dan terdeteksi dari ekstrak hifa.
 Cahaya mempengaruhi jamur dalam hal: Laju pertumbuhan, Warna dan bentuk, Sporulasi dan pelepasan spora, Zonasi (gelap dan terang), dan Efek toksik dari radiasi
H. Metabolisme mikroba
o Mikroba memiliki kemampuan metabolisme dasar dalam menguraikan bahan-bahan nutrisi utama yang mengikuti proses biokimia sel pada umumnya.
o Jalur metabolisme mengikuti jalur penguraian (katabolisme) dan jalur biosintesi (anabolisme)
o Metabolisme secara umum mengikuti metabolisme nutrien yang diperlukan sel, meliputi metabolisme karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, nitrogen, dan senyawa lainnya.
o MKemampuan mikroba dalam menguraikan substrat tertentu dalam metabolismenya umumnya menjadi ciri khas dari suatu golongan mikroba yang dapat di manfaatkan.
o Metabolit sekunder merupakan sisa metabolisme mikroba yang tumbuh pada substrat tertentu. Metabolit sekunder ini umumnya tidak digunakan oleh mikroba, tetapi dapat bermanfaat bagi lingkungan atau kepentingan lainnya; seperti produksi antimikroba,
o Kemampuan metabolit khas tersebut didukung oleh produksi enzim dari sel yang mendukung metabolisme.
I. Pertumbuhan mikroba
o Pertumbuhan (mikrobiologi) : pertambahan volume sel, karena adanya pertambahan protoplasma dan senyawa asam nukleat yang melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis.
o Secara umum mikroba mengikuti pola kurva pertumbuhan yang terdiri atas ; 1. fase lag; 2. fase akselerasi; 3. fase eksponensial; 4. fase deselerasi; 5. fase stasioner; dan 6. fase kematian dipercepat
o Kurva pertimbuhan umumnya menggambarkan pertumbuhan mikroba beserta faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (misal ; temperatur, pH, dll)
J. Pola Pertumbuhan sel
• Fase Lag : fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan enzim-enzim untuk menguraikan substrat
• Fase Akselerasi : sel-sel mulai membelah / fase aktif
• Fase Eksponensial : fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak dan peningkatan aktifitas sel,
• Fase Deselarasi : sel-sel mulai kurang aktif membelah
• Fase Stasioner : jumlah pertambahan sel dan kematian sel relatif seimbang
• Fase kematian dipercepat : Jumlah sel yang mati / tidak aktif lebih banyak dari pada sel-sel yang masih hidup
K. Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba
o Substrat
o Temperatur
o pH
o Bahan kimia lainnya
L. Reproduksi Mikroba
o Bakteri : aseksual, pembelahan sel
o Fungi : aseksual (fase anamorf) dan seksual (fase teleomorf)
Faktor ekologis mikroba
I. Habitat
 Mikroba dapat hidup dimana saja (kosmopolitan), tergantung kemampuan jenisnya. Keberadaan berbagai jenis mikroba tersebut menciptakan hubungan ekologis (menguntungkan, merugikan, komensal, dll) antar mikroba maupun mikroba dengan organisme makro lainnya.
 Mikroba (bakteri, fungi) yang secara normal memiliki habitat di dalam tubuh organisme lainnya disebut sebagai mikroba “flora normal”
 Mikroba penyebab penyakit : mikroba patogen
II. Adaptasi Mikroba dengan lingkungan
 Bakteri sebagai organisme prokariyotik lebih mudah beradaptasi di habitatnya dengan melakukan mutasi. Misalnya; Resistensi dan keganasan bakteri strain baru yang merupakan mutan dari tetuanya.
 Bakteri dan Fungi-fungi jenis tertentu umumnya memiliki kemampuan adaptasi fisiologis terhadap lingkungannya, misal :
1. bakteri dan fungi termofil, mesofil, psikrofil (beradaptasi dengan suhu panas, sedang, rendah);
2. Bakteri dan fungi basofil, asidofil, netrofil (pH tinggi, rendah, netral);
3. bakteri dan fungi aerob, anaerob (perlu O2 bebas, tidak perlu O2 bebas);
4. Fungi xerofilik (dpt hidup di lingkungan kering),
5. Fungi halofilik (dpt hidup di lingkungan berkadar garam tinggi), osmofilik (dpt hidup pd substrat berkadar gula tinggi)
 Contoh
1. Bakteri aerob : Azotobacter (A. chroococcum ; hidup bebas ditanah sbg pengikat N2); Rhizobium (R. leguminosorum : pengikat N2 bersimbiosis dengan akar kacang-kacangan dalam bintil akar)
2. Bakteri anaerob : Clostridium (C. pasteurianum: habitat di tanah, pengikat N2 bebas, C. botulinum ; menghasilkan racun, saproba padamakanan, C. tetani; penyebab tetanus);
III. Adaptasi mikroba
 Hubungan fungi dengan habitatnya juga tergambar dengan munculnya istilah sbb :
 Mikorrhiza : asosiasi simbiotik yang saling menguntungkan antara fungi dengan tumbuhan inangnya.
 Fungi pirofil : fungi yang ditemukan setelah kebakaran ekosistem alam
 Fungi entomofil : fungi yang selalu dapat diisolasi dari serangga, terutama serangga mati
 Fungi koprofil : hidup di kotoran hewan
IV. Mikorrhiza
 Habitat fungi : akar tanaman
 Jenis asosiasi : simbiosis mutualisme
 Fungi mendapat karbohidrat dan vitamin dari tumbuhan; dengan adanya fungi mikorrhiza, tumbuhan menjadi lebih mudah mendapat nutrisi dari tanah (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dll) dan lebih toleran terhadap kekeringan dan pH tinggi.
 Macam : ektomikorrhiza dan endomikorrhiza
V. Bioremidiasi
 Bioremidiasi : penggunaan organisme untuk membersihkan lingkungan yang tercemar polutan.
 Mikroorganisme mulai banyak diteliti kemampuan metabolismenya untuk dimanfaatkan sebagai agen pembersih lingkungan tercemar.
 Macam : biostimulasi, bioaugmentasi, dll



Faktor Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Mikroba
A. Faktor Lingkungan
Mikroba secara umum memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakannya secara optimal.
Faktor lingkungan tersebut meliputi : ketersediaan nutrisi pada substrat, kelembaban, oksigen, temperatur, pH, sinar, bahan kimia lainnya.
B. Pengaruh manipulasi lingkungan
Manipulasi / perlakuan khusus terhadap faktor lingkungan dapat dimanfaatkan untuk memperlakukan mikroba tersebut sesuai peranannya.
Mikroba penghasil metabolit tertentu yang dimanfaatkan metabolit sekundernya dapat dioptimalkan pertumbuhannya dengan memberikan nutrisi terbaik pada substrat dan mengkondisikan pada lingkungan yang terbaik untuk mendukung pertumbuhannnya.
Mikroba patogen juga dapat dihambat pertumbuhannya atau dimatikan dengan memberikan kondisi lingkungan tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan hingga merusak dan mematikan selnya.
C. Penghambatan Pertumbuhan
Bakteri umumnya akan mati dengan penyinaran sinar UV dan Pemanasan pada temperatur tertentu.
Bahan-bahan kimia tertentu baik hasil metabolit alami maupun bahan kimia buatan seperti alkohol, deterjen, sabun, dll dapat membunuh kebanyakan mikroba.
Usaha penghambatan mikroba memunculkan istilah seperti antibiotik, antifungi, bakteriostatik, fungistatik, desinfektan, desinfeksi, sterilisasi, dll.
Pengenalan beberapa Teknik Dasar Mikrobiologi
A. Materi
Pengenalan Teknik dasar kultur Mikroba :
 Sterilisasi, Desinfeksi
 Pewarnaan Mikroba
 Kultur mikroba : medium biakan, isolasi mikroba, identifikasi dan determinasi mikroba (pengenalan koloni dan determinasi morfologi kultur mikroba)
B. Sterilisasi dan Desinfeksi
 Sterilisasi : proses fisik, mekanik, biologi dan kimiawi dalam usaha untuk membunuh mikroba (pada peralatan dan bahan tertentu).
 Steril : kondisi yang diharapkan tidak terdapat mikroba (pada bahan dan peralatan
 Desinfeksi : usaha untuk menghancurkan mikroba tertentu (patogen) / usaha pencegahan terhadap terjadinya infeksi
C. Metode Umum Sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan secara :
 Fisik èdengan pemanasan, pembekuan, pengeringan, radiasi, liofilisasi.
 Sterilisasi Panas :
o Sterilisasi panas kering : Pembakaran langsung (incenerasi), pemanasan dengan udara panas (misal : dengan cara di-oven)
o Sterilisasi panas basah : penggunaan uap air bertekanan (misal: dengan autoklaf/otoklaf), perebusan (merebus alat/bahan dengan air), sterilisasi fraksi / sterilisasi intermitten / tyndalisasi (mendidihkan alat/bahan dengan singkat pada suhu 100ºC selama beberapa menit, kemudian didiamkan sehari dan dipanaskan lagi, demikian seterusnya selama 3 hari), Pasteurisasi, sterilisasi dengan minyak panas (hot oil)
 Sterilisasi dengan Pembekuan.
 Sterilisasi dengan Pengeringan (desinfeksi).
 Sterilisasi dengan radiasi : Radiasi sinar UV, radiasi sinar X, radiasi sinar gamma, radiasi sinar katoda.
 Setrilisasi dengan Filtrasi
 Sterilisasi dengan Vibrasi ultrasonik, Triturasi (proses pelumatan), dan agitasi (prosespengguncangan)
 Liofilisasi (dehidrasi)
 Kimiawiè dengan penggunaan antiseptik, desinfektan.
 Penggunaan Antiseptik dan desinfektan
 Biologiè dengan antibiotik
 Antibiotik
D. Pewarnaan Mikroba
 Tujuan : mempermudah pengamatan struktur sel mikroba yang umumnya bersifat transparan/semitransparan.
 Macam pewarnaan :
 Berdasarkan zat warnanya :
a. pewarna basa à pewarnaan positif (yang diwarnai mikroba-nya),
b. pewarna asam àpewarnaan negatif (yang diwarnai bukan mikrobanya, tetapi latar belakang sediaan mikroba)
 Berdasarkan tujuannya :
a. pewarnaan khusus à bertujuan untuk melihat salah satu struktur sel,
b. pewarnaan diferensial à bertujuan untuk memilahkan mikroorganisme
E. Pewarnaan mikroba (lanjutan)
 beberapa contoh metode / cara pewarnaan mikroba :
 pewarnaan sederhana,
 pewarnaan negatif,
 pewarnaan diferensial : contoh :
a. pewarnaan gramà hasil : bakteri gram positif = berwarna ungu setelah pewarnaan gram, bakteri gram negatif = berwarna merah setelah pewarnaan gram,
b. b. pewarnaan Ziehl-Neelsen / pewarnaan acid-fast à hasil : bakteri tahan asam = berwarna merah setelah pewarnaan acid fast, bakteri tidak tahan asam = bewarna biru setelah pewarnaan acid-fast
F. Kultur Mikroba
 Tujuan : menumbuhkan mikroba pada media biakan buatan.
 Media biakan mikroba : media cair, padat, atau semi padat yang terdiri atas campuran nutrisi / zat-zat hara yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba
 Penggolongan medium biakan :
o berdasarkan konsistensinya : medium cair, padat, semi padat;
o berdasarkan susunan kimianya : sintetik, non sintetik, semi sintetik, organik, anorganik,
o berdasarkan fungsinya : medium selektif, diferensial, eksklusif, penguji, diperkaya, khusus, persemaian (nutrien media), serbaguna
G. Pembuatan Medium Biakan
 Tahapan : 1. mencampur bahan (tergantung media jenis media), 2. menyaring (untuk medium yang perlu penyaringan), 3. pengaturan pH, 4. memasukkan media ke dalam wadah tertentu (misal : erlenmeyer, tabung reaksi), 5. Sterilisasi
 Cara : tergantung jenis media

Minggu, 03 April 2011

0 komentar
Sejarah Penemuan Mikroskop

  
Istilah mikroskop berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata micron yang berarti kecil dan scopos yang artinya tujuan. Dari dua pengertian tersebut, mikroskop dapat diartikan sebagai alat yang dibuat atau dipergunakan untuk melihat secara detail obyek yang terlalu kecil apabila dilihat oleh mata telanjang dalam jarak yang dekat. Ilmu yang mempelajari benda kecil dengan menggunakan alat ini disebut mikroskopi, dan kata mikroskopik berarti sangat kecil, tidak mudah terlihat oleh mata.


Menurut sejarah orang yang pertama kali berpikir untuk membuat alat yang bernama mikroskop ini adalah Zacharias Janssen. Janssen sendiri sehari-harinya adalah seorang yang kerjanya membuat kacamata. Dibantu oleh Hans Janssen mereka mambuat mikroskop pertama kali pada tahun 1590. Mikroskop pertama yang dibuat pada saat itu mampu melihat perbesaran objek hingga dari 150 kali dari ukuran asli. 

Temuan mikroskop saat itu mendorong ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama. Bahkan Galileo mengklaim dririnya sebagai pencipta pertamanya yang telah membuat alat ini pada tahun 1610.

Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun 1609 dan mikroskop yang dibuatnya diberi nama yang sama dengan penemunya, yaitu mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik, sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optik memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.

Setelah itu seorang berkebangsaan belanda bernama Antony Van Leeuwenhoek (1632-1723) terus mengembangkan pembesaran mikroskopis. Antony Van Leeuwenhoek sebenarnya bukan peneliti atau ilmuwan yang profesional. Profesi sebenarnya adalah sebagai ‘wine terster’ di kota Delf, Belanda. Ia biasa menggunakan kaca pembesar untuk mengamati serat-seratpada kain. Tetapi rasa ingin tahunya yang besar terhadap alam semesta menjadikannya salah seorang penemu mikrobiologi.
Leewenhoek mwnggunakan mikroskopnya yang sangat sederhana untuk mengamati air sungai, air hujan, ludah, feses dan lain sebagainya. Ia tertarik dengan banyaknya benda-benda kecil yang dapat bergerak yang tidak terlihat dengan mata biasa. Ia menyebut benda-benda bergerak tadi dengan ‘animalcule’ yang menurutnya merupakan hewan-hewan yang sangat kecil. Penemuan ini membuatnya lebih antusias dalam mengamati benda-benda tadi dengan lebih meningkatkan mikroskopnya. Hal ini dilakukan dengan menumpuk lebih banyak lensa dan memasangnya di lempengan perak. Akhirnya Leewenhoek membuat 250 mikroskop yang mampu memperbesar 200-300 kali. Leewenhoek mencatat dengan teliti hasil pengamatannya tersebut danmengirimkannya ke British Royal Society. Salah satu isi suratnya yang pertama pada tanggal 7 September 1674 ia menggambarkan adanya hewan yang sangat kecil yang sekarang dikenal dengan protozoa. Antara tahun 1963-1723 ia menulis lebih dari 300 surat yang melaporkan berbagai hasil pengamatannya. Salah satu diantaranya adalah bentuk batang, coccus maupun spiral yang sekarang dikenal dengan bakteri. Penemuan-penemuan tersebut membuat dunia sadar akan adanya bentuk kehidupan yang sangat kecil yang akhirnya melahirkan ilmu mikrobiologi. 

Bila Di Eropa, mikroskop sudah dikenal sejak abad ke-17 dan digunakan untuk melihat binatang-binatang sejenis mikroba. Menariknya, orang Jepang senang menggunakannya untuk mengamati serangga berukuran kecil, dan hasilnya berupa buku-buku berisi pemerian tentang serangga secara mendetail.

Mikroskop Cahaya

Keterbatasan pada mikroskop Leeuwenhoek adalah pada kekuatan lensa cembung yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan lensa tambahan yang diletakkan persis didepan mata pengamat yang disebut eyepiece, sehingga obyek dari lensa pertama (kemudian disebut lensa obyektif) dapat diperbesar lagi dengan menggunakan lensa ke dua ini. Pada perkembangan selanjutnya ditambahkan pengatur jarak antara kedua lensa untuk mempertajam fokus, cermin atau sumber pencahayaan lain, penadah obyek yang dapat digerakkan dan lain-lain, yang semua ini merupakan dasar dari pengembangan mikroskop modern yang kemudian disebut mikroskop cahaya Light Microscope (LM).

LM modern mampu memberikan pembesaran (magnifikasi) sampai 1.000 kali dan memungkinkan mata manusia dapat membedakan dua buah obyek yang berjarak satu sama lain sekitar 0,0002 mm (disebut daya resolusi 0,0002 mm). Seperti diketahui mata manusia yang sehat disebut-sebut mempunyai daya resolusi 0,2 mm. Pada pengembangan selanjutnya diketahui bahwa kemampuan lensa cembung untuk memberikan resolusi tinggi sudah sampai pada batasnya, meskipun kualitas dan jumlah lensanya telah ditingkatkan. 
Belakangan diketahui bahwa ternyata panjang gelombang dari sumber cahaya yang digunakan untuk pencahayaan berpengaruh pada daya resolusi yang lebih tinggi. Diketahui bahwa daya resolusi tidak dapat lebih pendek dari panjang gelombang cahaya yang digunakan untuk pengamatan. Penggunaan cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti sinar biru atau ultra violet dapat memberikan sedikit perbaikan, kemudian ditambah dengan pemanfaatan zat-zat yang mempunyai indeks bias tinggi (seperti minyak), resolusi dapat ditingkatkan hingga di atas 100 nanometer (nm). Hal ini belum memuaskan peneliti pada masa itu, sehingga pencarian akan mode baru akan mikroskop terus dilakukan.

 Mikroskop Elektron

Pada tahun 1920 ditemukan suatu fenomena di mana elektron yang dipercepat dalam suatu kolom elektromagnet, dalam suasana hampa udara (vakum) berkarakter seperti cahaya, dengan panjang gelombang yang 100.000 kali lebih kecil dari cahaya. Selanjutnya ditemukan juga bahwa medan listrik dan medan magnet dapat berperan sebagai lensa dan cermin terdapat elektron seperti pada lensa gelas dalam mikroskop cahaya.

Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 mikroskop elektron semakian berkembang lagi. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. Mikroskop electron mampu pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya.

Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik. Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan obyek berkondisi vacuum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan.

Dengan mikroskop elektron yang mempunyai perbesaran lebih dari 10.000x, kita dapat melihat objek mikroskop dengan lebih detail. Perkembangan mikroskop ini mendorong berbagai penemuan di bidang biologi, seperti penemuan sel, bakteri, dan partikel mikroskopis yang akan dipelajari berikut yaitu virus. Penemuan virus melalui perjalanan panjang dan melibatkan penelitian dari banyak ilmuwan.

Mikroskop Elektron Mode Scanning

Ada 2 jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transmission Electron Microscopy (TEM)

dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, 2 peneliti dari Jerman pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa doktor dan Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang mengejutkan dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986. Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, bisa diketahui deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu keahlian dan alat secara khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini. Dalam pembuatan divais elektronika, TEM sering digunakan untuk mengamati penampang/irisan divais, berikut sifat kristal yang ada pada divais tersebut. Dalam kondisi lain, TEM juga digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari sebuah divais.

2. Scanning Electron Microscopy (SEM). 

Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi.

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.

Demikian, SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya struktur) resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui pemecahannya. Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal, yang dikenal dengan "scanning probe microscopy (SPM)". SPM mempunyai prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah scanning tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning near-field optical microscope (SNOM). Mikroskop tipe ini banyak digunakan dalam riset teknologi nano "

Mikroskop dan Teknologi Nano

Sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal, yang dikenal dengan “scanning probe microscopy (SPM)”. SPM mempunyai prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah scanning tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning near-field optical microscope (SNOM).

Sampai hari ini telah berhasil dikembangkan mikroskop dengan teknologi nano. Yaitu teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano meter = sepermilyar meter). Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano meter.
 

Coolleeach Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template